SUAKA MARGASATWA MUARA ANGKE

ASejarah dan Status
Pada mulanya kawasan hutan di DKI Jakarta merupakan kawasan hutan Jakarta Barat (hutan Angke Kapuk) yang dikelola oleh pihak swasta. Penurunan kondisi hutan dan merosotnya nilai tegakan hutan mendorong pemerintah untuk segera mengambil tindakan penyelamatan melalui pengukuhan kelompok-kelompok hutan yang ada. Kelompok hutan yang dikukuhkan antara lain kelompok Tegal Alur dan Angke Kapuk (Surat Keputusan Direktur Van Landbow Nijverheid en Handal Tanggal 29 November 1931 Nomor 11151/B, dan Surat Keputusan Guvernor Jeneral tanggal 11 Juli 1928 Nomor 5). Pada saat pengukuhan, total kondisi hutan relatif baik, akan tetapi setelah jaman revolusi kemerdekaan, kondisi kelompok hutan tersebut mulai mengalami kerusakan parah.
Sejak tahun 1949 pengelolaan kawasan hutan Jakarta Barat mulai diintensifkan dengan melakukan penataan kawasan sebagai berikut:
1.kawasan hutan Jakarta Barat dibagi menjadi 3 RPH (Resort Pemangkuan Hutan) yaitu RPH Mauk, RPH Teluk naga, dan RPH Kayu Besar. Kelompok hutan ini sebelum perang dunia ke dua sampai tahun 1949 masih termasuk bagian kesatuan pemangkuan hutan (BKPH Jakarta), KPH Bogor Jakarta.
2.RPH Mauk dan Teluk Naga dari tahun 1949 sampai dengan tahun 1952 termasuk kedalam BKPH parung panjang dan sejak tangggal 1 Maret 1952 dimasukkan kedalam BKPH Tangerang sampai sekarang.
3.RPH kayu besar mencakup kelompok hutan Angke-Kapuk dan kelompok hutan Tegal Alur dari tahun1949 sampai dengan pertengahan tahun 1958 termasuk BKPH Tangerang, KPH Bogor-Jakarta dan mulai 24 Mei 1958 RPH ini diserahkan kepada kotapraja Jakrta Raya sampai sekarang (berdasarkan Peraturan pemerintah No 64 tahun 1957).
Mutasi yang terjadi antara tahun 1938 sampai dengan tahun1958 menyebabkan luas kawasan hutan Tegal Alur- Angke Kapuk adalah 1.144, 08 Ha. Dalam hal ini sudah termasuk sungai yang berfungsi sebagai alur seluas 10,29 Ha, Cagar Alam Muara Angke seluas 15,4 Ha( surat Keputusan Guverneur General tanggal18 Juni 1939 No 24). Mengingat perkembangan daerah DKI Jakarta, maka berdasarkan surat keputusan menteri pertanian tanggal 10 Juni 1977 No 161/Kpts/VIII/6/1977 diadakan penetapan kembali fungsi kawasan hutan Angke Kapuk dan ekitarnya serta Cagar Alam Muara Angke, yaitu sebagai hutan lindung; 5 km sepanjang pantai dengan lebar 100 m; sebagai cagar Alam Muara Angke; sebagai hutan wisata; sebagai lapangan dengan tujuan istimewa (LDTI). Berdasarkan surat keputusan Menteri kehutanan tanggal 25 Februari 1984 Nomor 94/VII-4/1984 dan Keputusan Kepala Badan Inventarisasi dan Tata Guna Hutan tanggal 10 Maret 1984 Nomor 143/VII-4/1984 telah dilakukan lagi pengukuran dan pemancangan batas ulang kawasan hutan Angke Kapuk (17 Maret sampai April 1984) dimana berdasarkan hasil rekonstruksi ini luas kawasan hutan adalah 1.154,49 Ha termasuk di dalamnya luas kawasan Cagar Alam Muara Angke 21,45 Ha.
Dalam rangka pengelolaan kawasan hutan Angke Kapuk selanjutnya telah dibentuk Tim Pengembangan dan Pembangunan Kawasan Hutan Angke Kapuk berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehutanan Republik Indonesia Nomor 40/Kpts-II/1983, yang anggotanya terdiri atas unsur-unsur Departemen Kehutanan, Pemerintah Derah DKI Jakarta, dan PT. Mandara Permai sebagai perusahaan swasta yang akan mengelola kawasan hutan Angke kapuk tersebut. Suaka Margasatwa Muara Angke sebelumnya berstatus cagar alam, kemudian dikukuhkan sebagai Suaka Margasatwa berdasarkan surat keputusan menteri kehutanan dan perkebunan No 097/kpts – II/1998.
BLetak dan Luas
Secara administratif, Cagar Alam Muara Angke yang memiliki luas 15,7 Ha terletak dalam kelurahan Kapuk Muara, kecamatan Penjaringan, Jakarat Utara. Cagar ala mini merupakan ujung Timur dari hutan Angke Kapuk yang mempunyai luas 1.154,49 Ha. Secara geografis, Cagar Alam Muara Angke terletak pada posisi 106º 46’ BB dan 6º 37’ LS. Pada bagian Timur Cagar Alam ini dibatasi oleh sungai angke, pada bagian Utara dibatasi oleh hutan lindung dan tambak-tambak dinas perikanan, sedangkan pada bagian Barat dan Selatan dibatasi oleh kali Pangkalan, yang juga merupakan batas cagar ala mini dengan tambak-tambak dalam kawasan hutan Angke Kapuk yang dahulunya digarap oleh masyarakat setempat dalam bentuk tumpangsari.
Berdasarkan hasil tata batas di lapangan dan Berita Acara Tata Batas yang ditandatangani pada tanggal 25 Juli 1994 oleh Panitia Tata Batas yang diangkat dengan keputusan Gubernur Kepala Daerah Ibukota Jakarta nomor 924 tahun 1989 diketahui bahwa hutan yang dipertahankan seluas 327,70 Ha, kemudian Menteri Kehutanan menetapkan kembali peruntukan fungsi kelompok hutan Angke. Cagar Alam Muara Angke dikukuhkan sebagai Suaka Margasatwa berdasarkan surat keputusan menteri kehutanan dan perkebunan no 097/kpts-II/1998, dengan luas areal 25,02 ha.
KONDISI HABITAT
AKondisi Fisik
Kawasan Cagar Alam Muara Angke terletak pada daerah beriklim tropis, dengan temperature tahunan maksimal 35ºC dan rata-rata 27ºC. Cagar Alam ini terletak di dataran rendah dengan kemiringan tanah yang relative kecil, sehingga dapat dikatakan datar. Seperti halnya tanah di bagian Tenggara kawasan hutan Angke Kapuk, jenis tanah pada Cagar Alam Muara Angke ini tergolong jenis tanah alluvial kelabu tua dengan tekstur lempung liat berdebu.
Di areal pertambkan Dinas Perikanan, yang merupakan areal terdekat dan bersebelahan dengan Cagar Alam memiliki sifat fisik tanah yang mengandung debu (39,5%), liat (31,5%), dan pasir (29%). Sifat kimia tanahnya mengandung Kalium (0,40 me/100 g), Natrium (0,34 me/100 g), Kalsium (5,36 me/100 g), Magnesium (1,09 me/100 g), C-organik (2,1%), N-organik (0,19%), Fe (60,15 ppm), Pb (4,04 ppm), dan Cu (8,01 ppm).
Kawasan hutan mangrove Muara Angke adalah muara dari beberapa sungai besar dan kecil, yaitu Cisadane, Angke, Kamal, dan Cengkareng drain. Cengkareng Drain adalah tempat penampungan aliran air atau limbah sementara dari beberapa sungai, yaitu sungai Mookervaart, Angke, dan Pasanggerahan. Kondisi tata air daerah ini termasuk buruk, karena kurangnya daerah resapan air, fungsi salurran makro dan mikro cenderung menurun serta meningkatnya kegiatan peninggian muka tanah, sehingga pada musim penghujan daerah ini sering terendam. Kualitas air dari sungai-sungai relative jelek dan terus mengalami penurunan kualitas karena volume dan jenis bahan pencemar yang masuk ke sungai-sungai terus bertambah.

BKondisi Biologis
Hutan Muara Angke yang berstatus sebagai suaka margasatwa dan hutan lindung, penutupan lahannyadapat dikelompokkan menjadi:
1.hutan suaka margasatwa, penutupan lahannya secara umum dikelompokkan menjadi empat kategori yaitu bakau, api-api, nipah, aru laut, dan pedada.
2.hutan lindung didominasi oleh jenis api-api, sedangkan jenis bakau hanya tumbuh di areal yang sempit.ketebalan vegetasi hutan lindung berkisar antara 40-60 m.
Jenis mamalia yang dapat dijumpai di hutan mangrove Muara Angke adalah monyet ekor panjang, kelompok reptile adalah biawak, ular sanca, ular kobra, ular kadut, ular belang, ular daun, dan ular cincin. Kelompok aves yang dapat dijumpai adalah pecuk, pecuk ular, kuntul, cangak, bluwok, dan blekok.
Biota perairan di hutan mangrove Muara Angke dapat dibedakan menjadi dua, yaitu plankton dan ikan. Kelompok planton ada dua, yaitu fitoplankton, dan zooplankton; sedangkan kelompok ikan antara lain gabus, sepat, batok, gapi, keting, kipper, dan jenis lainnya.

POTENSI KEANEKARAGAMAN FAUNA
A. Potensi Mamalia
Jenis mamalia yang dapat dijumpai di Hutan Mangrove Muara Angke seperti Monyet ekor panjang (Macaca fascicularis).
B.Potensi Burung
Kelompok aves yang dapat dijumpai adalah pecuk (Phalacrocorax sp.), pecuk ular (Anhinga melanogaster), kuntul (Egretta sp.), Cangak (Ardea sp.), Bluwok (Mycteria cineria) dan Blekok (Ardeola speciosa).
C Potensi Reptilia
Kelompok reptil yang ada yaitu biawak (Varanus salvator), ular sanca (Python reticulatus), ular kobra (Naja sputatrix), ular kadut (Homalopsis bucata), ular belang (Bungarus fasciatus), ular daun (Dryopis sp.) dan ular cincin (Dipsadomorphis dendrophilus).

D. Potensi Fauna Lain
Biota perairan di Hutan Mangrove Muara Angke dibedakan menjadi dua yaitu: plankton dan ikan. Kelompok plankton ada dua yaitu fitoplankton dan zooplankton, sedangkan kelompok ikan terdiri dari macam-macam jenis seperti ikan gabus (Ophiocephalus striatus), sepat (Trichogaster sp.), Batok ( Anabas testudineus), gapi ( Lebistes reticulatus), keting (Ketengus sp), kiper (Scatophagus argus) dan jenis lainnya.

PENGELOLAAN
A.Organisasi dan Struktur Pengelola
Kondisi suatu kawasan konservasi selalu akan dipengaruhi oleh kondisi areal sekitar kawasan tersebut. Bagi Cagar Alam Muara Angke, areal sekitarnya yang mempengaruhi kondisi cagar alam adalah sebagian besar kawasan hutan Angke Kapuk, kawasan pemukiman Kampung Nelayan Muara Angke, dan pemukiman mewah Muara Karang.
Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehutanan Republik Indonesia Nomor 40/Kpts-II/1983, maka dibentuk suatu Tim Pengembangan dan Pembangunan Kawasan Hutan Angke Kapuk, yang anggotanya terdiri atas unsur-unsur Departemen Kehutanan, Pemerintah Derah DKI Jakarta, dan PT. Mandara Permai sebagai perusahaan swasta yang akan mengelola kawasan hutan Angke kapuk tersebut.

B. Program Pengelolaan dan Keberhasilan
Hasil-hasil yang telah dicapai oleh Tim Pengembangan dan Pembangunan Kawasan Hutan Angke Kapuktersebut telah dicantumkan dalam Rencana Induk Pengembangan Kawasan Hutan Angke Kapuk, dengan alokasi peruntukan pengembangan kawasan sebagai berikut:
1. kawasan hutan Angke Kapuk yang tetap dikuasai oleh pemerintah luasnya 322,6 Ha; terdiri atas hutan lindung (49,25 Ha), Cagar Alam Muara Angke (21,45 Ha), hutan wisata (91,37 Ha), kebun pembibitan kehutanan (10,47 Ha), Cengkareng Drain (29,05 Ha), jaluran transmisi PLN (29,90 Ha), dan jalan tol serta jalur hijau (91,37 Ha).
2. kawasan hutan yang akan dimanfaatkan oleh PT. Mandara Permai luasnya 831,63 Ha, yang direncanakan untuk perumahan (489,89 Ha), lapangan golf (96,48 Ha), rekreasi dan olah raga (72,05 Ha), bangunan umum (37,55 Ha), olah raga air (81,26 Ha), dan hotel, cottage, serta condominium (55,80 Ha).
Rencana peruntukan kawasan dan Peta Rencana Induk Pengembangan Kawasan Hutan Angke Kapuk tersebut telah disepakati dan ditandatangani bersama oleh Menteri Kehutanan, Gubernur Kepala Daerah DKI Jakarta, serta Direksi PT. Mandara Permai pada tanggal 14 Juni 1984. Namun demikian, hingga saat ini pelaksanaan rencana tersebut masih diperdebatkan oleh banyak pihak sehingga peta detail rencana pengembangan daerah tersebut sulit dan tidak bias didapatkan.
Beberapa program hokum penting yang menyebabkan terjadinya rencana pengembangan dan perubahan status Hutan Angke Kapuk seperti yang dikemukakan di atas adalah:
1. Keputusan Gubernur Kepala Daerah DKI Jakarta Nomor Ad.8/1/1/1973, tentang penetapan pengelolaan wilayah tumpangsari kehutanan dan perikanan darat di kelurahan Kapuk kecamatan Cengkareng Jakarta barat dan kelurahan Pejagalan kecamatan Penjaringan Jakarta Utara. Berdasarkan keputusan ini, hak pengelolaan dan pemanfaatan kawasan hutan Angke kapuk dialihkan dari Dinas Kehutanan dan Dinas Perikanan kepada Direktorat Agraria DKI Jakarta.
2. Keputusan Gubernur Kepala Daerah DKI Jakarta Nomor D-IV-4250/e/9/1974, tentang peruntukan sebidang tanah seluas 1860 Ha yang terletak di daerah kapuk Muara dan Kamal Muara kecamatan Panjaringan Jakarta Utara sebagai perluasan daerah kerja Badan Pelaksanaan Otorita Pluit DKI Jakarta.
3. Keputusan Menteri Pertanian Nomor 161/Kpts/um/6/1977, tentang penetapan kembali fungsi kawasanhutan Tegal Alur Angke Kapuk dan sekitar Cagar Alam Muara Angke. Surat Keputusan ini memperjelas fungsi dan peruntukan serta membagi hutan Angke Kapuk sebagai hutan lindung (5 Km sepanjang pantai dengan lebar 100 m), Cagar Alam Muara Angke, hutan wisata, hutan pembibitan kehutanan, dan sebagai lapangan dengan tujuan istimewa (LDTI).
Perkampungan nelayan yang hanya dipisahkan oleh sungai Angke dari Cagar Alam Muara Angke pada Pelit V direncanakan terealisasi sebagai pusat pemukiman dan kegiatan nelayan bagi DKI Jakarta. Sedangkan yang berdampingan dengan kampong nelayan tersebut saat ini juga telah berdiri pemukiman mewah yang juga hanya dibatasi oleh sungai Angke dari Cagar Alam Muara Angke (di sebelah Tenggara).

Diterbitkan oleh

2 tanggapan untuk “SUAKA MARGASATWA MUARA ANGKE”

Tinggalkan komentar